Saturday, December 17, 2005

[OPINI] Mengapa tidak kita tiru gaya Jepang ?

Yokohama, Juli 2003

Tidak dapat kita pungkiri lagi bahwa kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh baik tidaknya pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) pada negara tersebut. SDM merupakan kekayaan suatu bangsa dimana dengan adanya SDM-SDM yang handal ini, problematika-problematika yang terjadi dapat ditanggulangi dengan baik.

Pada tulisan ini, penulis ingin mengangkat suatu permasalahan dimana permasalahan ini selalu timbul dan mungkin akan selalu timbul sampai diadakannya perubahan pada sistim tersebut.

Kalau kita mau menghitung-hitung berapa banyak siswa yang ikut bersaing di UMPTN dan berapa banyak sarjana yang lulus tiap tahunnya dari perguruan-perguruan tinggi di Indonesia, tentu kita akan mengetahui bahwa begitu banyaknya sarjana-sarjana di bumi Indonesia ini. Tetapi kadang kali penulis mendengar keluhan-keluhan dari para sarjana banyak yang sudah lulus tetapi harus menganggur beberapa bulan dan bahkan ada yang sampai bertahun-tahun tidak mendapatkan lapangan kerja. Padahal mereka adalah seorang sarjana.

Sungguh sedih bila kita mendengar banyak sarjana yang pada akhirnya bekerja sama sekali tidak sesuai dengan bidang yang mereka tekuni ketika di Universitas dan yang lebih menyedihkan banyaknya fresh graduate (yang baru lulus) yang sulit mencari pekerjaan.

Apakah memang sedemikian sedikitnya lapangan kerja di Indonesia ?

atau

Apakah memang begitu banyak kah persaingan dalam mencari lapangan kerja ?

mungkin pertanyaan-pertanyaan diatas ada benarnya, tetapi disini penulis ingin meninjau dari sisi lain yaitu dari sisi sistim perekrutan yang berlaku di negeri kita tercinta Indonesia.Ada satu cerita, penulis mempunyai seorang teman, sebutlah Mas Budi. Mas Budi telah selesai belajar di Sekolah Tinggi Ekonomi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Tetapi ketika Mas Budi mencari kerja ternyata sungguh sulit baginya karena untuk dapat diterima menjadi pegawai haruslah yang mempunyai Ijazah Asli. Sedangkan sebagai yang fresh graduate Mas Budi harus menunggu untuk mendapatkan Ijazah Asli tersebut. Akhirnya haruslah Mas Budi menyandang gelar "pengangguran".

Penulis melihat bahwa dengan adanya masa tunggu yang kita sebut pengangguran ini merupakan hal yang sangat disayangkan. Karena bila kita bandingkan bila Mas Budi menunggu Ijazah Asli yang memerlukan waktu beberapa hari, atau beberapa pekan atau beberapa bulan berarti masa produktif dari Mas Budi menjadi suatu yang sia-sia. Bila setelah lulus Mas Budi bisa langsung bekerja, tentunya banyak sekali manfaat yang didapat oleh perusahaan tersebut. Dari cerita diatas, penulis melihat bahwa sistim perekrutan, sistim pendayagunaan SDM di Indonesia masih kurang diperhatikan.

Kita masih menganggap bahwa pengangguran atau masa menunggu adalah hal yang wajar bagi seorang sarjana yang baru lulus dari universitasnya. Setelah luluspun seorang sarjana harus mencari-cari lowongan pekerjaan di koran. Dan setelah didapat perusahaan yang dituju, dengan bergegas mengirimkan surat lamaran ke perusahaan tersebut. Bila beruntung maka akan dipanggil untuk mengikuti seleksi. Dan akhirnya setelah melewati beberapa pekan barulah tahu apakah diterima atau tidak di perusahaan tersebut. Sungguh panjang perjalan seorang sarjana untuk sampai diterima di suatu perusahaan. Bila beruntung mungkin hanya menganggur 1 bulan saja tapi bila kurang beruntung mungkin bisa sampai beberapa bulan.

Apakah proses diatas tidak dapat dilakukan ketika masih menjadi mahasiswa ? Sehingga bila proses ini dilakukan ketika tahun terakhir, nantinya setelah lulus, sarjana tersebut dapat langsung bekerja. Masa tunggu atau pengangguran akan berkurang dan pemanfaatan SDM akan lebih optimal.

Sekarang marilah kita tinjau sedikit bagaimana proses perekrutan di negeri sakura / Jepang. Sebelumnya, penulis ingin memaparkan sedikit mengenai kebiasaan yang berlaku di negeri sakura ini. Bila anda hidup di Jepang, maka jangan heran bila kita harus mencari orang jepang yang dapat menjamin kita selama hidup di sana. Bila kita ingin sewa apartemen, ada surat pernyataan yang harus diisi oleh penjamin kita. Bila ingin melamar beasiswa, ada surat dari penjamin kita dalam hal ini dosen atau profesor kita yang menceritakan mengenai diri kita. Bila ingin meneruskan ke universitas lain diperlukan surat jaminan dari dosen kita di universitas yang lama. Oleh karena itu, surat rekomendasi merupakan suatu yang sudah biasa di Jepang ini. Dengan adanya surat penjamin ketika kita ingin menyewa apartemen maka bila ada hal-hal yang sangat penting, pemilik apartemen ini akan langsung menghubungi penjamin kita. Begitu pula bila kita melamar beasiswa, dengan adanya surat dari dosen atau profesor, pemberi beasiswa akan merasa aman dalam memberikan beasiswa tersebut, karena mereka mendapatkan informasi tentang diri kita dari orang ketiga. Inilah yang dipupuk oleh masyarakat Jepang. Bila ada yang merekomendasikan kita berarti kita memang orang yang dapat dipercaya dan bila terjadi apa-apa dengan kita, sang penjamin yang akan menanggung semuanya. Jadi sistim ini bisa juga disebut sistim kepercayaan.

Hal ini ternyata juga berlaku di dunia akademis dan dunia pekerjaan di jepang.
Berbeda dengan di Indonesia, perekrutan mahasiswa yang ingin bekerja dilakukan ketika mahasiswa tersebut masih kuliah di tingkat akhir. Tahun ajaran dimulai bulan April dan berakhir bulan Maret. Bila bulan April tahun ini kita memasuki tahun terakhir maka mulai bulan April itu kita sudah bisa mencari tempat kerja. Proses mencari kerja bisa dilakukan secara paralel dengan tugas kita di tingkat akhir. Sistim seperti ini sungguh bagus dan disini penulis akan sedikit memaparkan beberapa keunggulannya.

Dengan diperbolehkannya para mahasiswa mencari kerja ketika mereka masih duduk sebagai mahasiswa, mahasiswa tersebut mempunyai penjamin yaitu universitas dimana dia bersekolah. Hal ini akan memberikan kepercayaan yang tinggi kepada perusahaan bahwa mahasiswa tersebut memang dalam keadaan tidak bermasalah. Bila ada hal-hal yang berurusan dengan akademis kita, perusahaan dapat langsung berhubungan dengan universitas atau profesor kita.

Berbeda bila kita melamar setelah lulus, maka kita akan kehilangan penjamin kita, karena setelah lulus, universitas tidak dapat menjadi penjamin kita. Ini berarti akan mengurangi kepercayaan perusahaan kepada kita.

Dengan diberlakukan sistim seperti ini mahasiswa mempunyai waktu selama 1 tahun untuk mencari pekerjaan, dari bulan April ketika baru masuk tahun terakhir sampai bulan Maret menjelang lulus sebagai sarjana.

Dengan sistim seperti ini akan mengurangi penganguran para sarjana fresh graduate. Karena setelah lulus bulan Maret, mereka dapat langsung bekerja di perusahaan yang dituju.Dari keunggulan-keunggulan diatas dapatlah kita simpulkan bahwa bila sistim perekrutan di Indonesia dapat disesuaikan seperti sistim perekrutan di Jepang, penulis yakin pengangguran para fresh graduate dapat dikurangi dan ini akan berefek pemanfaatan SDM sarjana kita dapat dicapai secara optimal.


Tulisan ini dimuat di : http://www.pmij.org/article.php?id=42

No comments: