Friday, April 22, 2016

[Opini] Membangun Komunitas Sosial

Membangun Komunitas Sosial

Oleh : Endrianto Djajadi

Saya pernah dikomentari oleh seseorang kalau senang membuat komunitas/organisasi. Awalnya saya mencari2 komunitas apa yang belum ada dan mencoba mengajak beberapa orang untuk bergabung dan membuat komunitas itu.

Tujuan utamanya adalah agar tali silaturahim bisa tetap terjaga dan bisa sharing pengalaman. Sharing pengalaman adalah cara pembelajaran yang cukup efektif karena di satu sisi bagi pemberi pengalaman, dia akan menceritakan terminal2 kehidupannya baik suka maupun duka, sebagai momen2 hidup yang indah yang selalu dia kenang. Bagi pendengar, itu bisa menjadi referensi hidup yang menarik dan bisa langsung ditiru.

Kembali tentang komunitas, kadang ketika komunitas itu sudah mulai eksis kita harus mempersiapkan hati dan perasaan untuk legowo. Biasanya ketika kita membangun komunitas, kita akan menjadi pemimpinnya. Nah, ketika itulah harus ada dalam diri kita rasa legowo untuk turun dari kepemimpinan dan diteruskan oleh generasi lain yang lebih muda dan lebih enerjik. Penuh ide2, lebih gesit dll. Tapi yang perlu diingat adalah ketika membuat komunitas, kita tidak harus menjadi pemimpinnya, kita bisa meminta anggota lain yang dirasakan bisa membawa komunitas ini seperti apa yang kita harapkan.

Ketika melihat komunitas yang pernah kita buat berjalan dengan baik dan makin bagus, ada perasaan senang dalam diri kita, Alhamdulillah komunitas yang sudah dibuat 18 tahun, 6 tahun, 3 tahun yang lalu masih tetap eksis, bisa tetap berjalan dan bermanfaat bagi banyak orang. Itu menjadi kenangan tersendiri dalam hidup kita. Ketika umur 25 tahun apa peran kita di komunitas kita, umur 30, umur 35 dst.

Mencari komunitas yang belum ada tidak begitu sulit. Sebagai contoh, kita bisa membangun komunitas di sekitar rumah seperti komunitas fotografi, menyulam, bersepeda dll.

Beberapa hari yang lalu, saya diundang untuk bergabung di satu komunitas baru yaitu Grup Alumni Rohis ketika di SMA dulu. Ide ini cukup menarik karena teman2 yang dulu sama-sama aktif di Rohis bisa berkumpul dalam satu grup walaupun mereka sekarang ada yang di Indonesia, US, Australia, Jepang, Malaysia, walaupun mereka dari angkatan lulus yang berbeda. Dengan adanya komunitas baru ini Alhamdulillah silaturahim bisa semakin baik walaupun sudah berpisah selama 24 tahun. Harapannya dari sapa menyapa mudah-mudahan ada kerja nyata yang bisa dilakukan bersama nantinya.

Sahabat-sahabat ... Demikian sekilas sharing yang mudah-mudahan bisa menyemangati kita untuk membangun komunitas-komunitas baru di sekeliling kita.

Silakan sahabat-sahabat cari dan buat komunitas2 yang belum ada dan kira2 bermanfaat bagi banyak orang.  Tentunya kalau sudah ada komunitas yang serupa tidak perlu kita buat yang baru, tapi kita ikut bergabung dan memberikan banyak kontribusi di sana.

Mudah-mudahan itu bisa menjadi ladang amal dan dapat menjadi tempat sahabat2 berkreasi, mengasah ketrampilan memanage orang, mengeluarkan ide2 sampai membuatnya menjadi kerja2 nyata ...

Selamat mencoba !!!

Chiba, 22 April 2016

-----
Penulis : Endrianto Djajadi
Pengamat kehidupan di Jepang.
Datang ke Jepang 1 Oktober 1993. Setelah menamatkan studi d3-S2 dalam bidang Robotics, melanjutkan bekerja sebagai Engineer di perusahaan Jepang sampai sekarang.
Tulisan-tulisannya bisa dibaca di : http://www.endrianto-djajadi.blogspot.com

Wednesday, April 06, 2016

[SKJ : Sharing Kehidupan di Jepang ke-7] Tahun Ajaran Baru dan beberapa nasehat

[SKJ : Sharing Kehidupan di Jepang ke-7] Tahun Ajaran Baru dan beberapa nasehat

Oleh : Endrianto Djajadi

Kemarin hari Selasa, tanggal 5 April 2016, saya menghadiri 2 acara Upacara Masuk sekolah yang dalam bahasa Jepangnya Nyuugakushiki (入学式). Acara ini boleh dikatakan salah satu acara yang sangat penting bagi orang tua, baik orang Indonesia maupun orang Jepang. Terlihat dari ramainya para orang tia yang menghadiri acara ini dengan mengambil cuti di kantor. Selain acara ini ada juga acara-acara penting lainnya seperti Undoukai (Festival Olahraga) dan Sotsugyou Shiki ((Wisuda).

Kemarin, saya menghadiri Nyuugakushiki SD anak saya yang ke-4 dan Nyuugakushiki SMP anak saya yang ke-2.
Format acaranya seperti ini :

Para peserta diminta berdiri.
1. Pembukaan oleh Wakil Kepala Sekolah
2. Menyanyikan Lagu Kebangsaan Jepang : Kimi ga yo
3. Menyanyikan Lagu Yokohama City
Parra peserta dipersilakan untuk duduk.

Setelah duduk acara berikutnya;
4. Sambutan dari Kepala Sekolah
5. Sambutan dari kakak kelas (Seperti pengurus OSIS)
6. Sambutan dari PTA (Perkumpulan Orangtua murid)
7. Ucapan selamat dari berbagai lembaga
8. Perkenalan undangan yang hadir yang terdiri dari pengurus RW, Kelurahan, Kecamatan, guru-guru TK, pengurus PTA dll
9. Penutup

Acara di atas diselingi dengan paduan suara dari kakak-kakak kelas.
Kalau acara Wisuda kelas 6, maka murid-murid kelas 5 yang tampil untuk Paduan Suara sedangjan ketika Acara Masuk anak kelas 1, maka anak kelas 2 yang tampil. Ini menggambarkan begitu kompaknya hubungan kakak dan adik kelas.

Pada tulisan ini saya ingin sharing beberapa nasehat dari Kepala Sekolah (Kouchou Sensei) dalam sambutannya. Dalam Nyuugakushiki SD, Kouchou Sensei menyampaikan 3 hal yang disingkat dalam 3 huruf : A Hi Ru (アヒル) yang kalau diartikan adalah Bebek. Mungkin Kouchou Sensei mencari Keyword yang mudah diingat oleh para murid SD kelas 1. Beliau menyampaikan arti singkatan A Hi Ru :

A : Aisatsu, artinya memberikan salam, seperti : Ohayou gozaimasu yang artinya Selamat Pagi. Ketika bangun tidur, aisatsu kepada orang rumah. ketika bertemu di sekolah dengan teman-teman dan guru-guru, aisatsu dengan suara ceria nada ke atas yang memberikan kesan semangat dan sehat hari ini. Tentunya dengan muka yang ceria.

Hi : Hitori, artinya semuanya bisa dilakukan sendiri. Di kelas kalau ada yang tidak bisa bukan menangis mencari mama atau papa.

Ru : Rule atau aturan. Para murid diminta mengikuti aturan-aturan yang ada.

3 hal di atas mudah diingat dengan keyword A Hi Ru atau Bebek.

Satu hal lagi yang disampaikan oleh Kouchou sensei kepada orang tua murid (Tanpa ada siswa di ruangan itu), beliau katakan pihak sekolah akan berusaha menyamakan visi dan misi dari keluarga. Sehingga bila suatu saat ketika anak bingung kenapa di rumah diajarkan A tapi di sekolah diajarkan B dan mereka curhat kepada ibu dan bapaknya, Kouchou sensei meminta agar para orang tua :
1. Tidak menyalahkan guru-guru di depan anaknya. Seperti : iya salah tuh gurunya dll yang ini akan berakibat menurunkan kepercayaan anak terhadap guru dan sekolah.
2. Mengkomunikasikan hal-hal yang tidak sesuai dengan visi misi di rumah kepada pihak sekolah agar dicarikan solusi yang terbaik.

Pada kesempatan bertemu guru di kelas, saya sampaikan kalau anak ke-4 kami sama seperti kakak-kakaknya meminta tempat untuk shalat zuhur dan Alhamdulillah mereka faham.

--- oOo ---

Setelah di pagi hari saya mengikuti Upacara Masuk SD, di siang hari saya menghadiri acara Nyuugakushiki SMP. Sama seperti Nyuugakushiki SD, acara SMP pun banyak dihadiri para orangtua murid.
Formst acara hampir sama dengan acara di SD.

Saya cukup kaget ketika Kouchou Sensei SMP menyampaikan sambutannya. Beliau sampaikan akan pentingnya Aisatsu. Ya ... Pentingnya memberikan salam ketika bertemu teman-teman dan guru-guru. Pada acara Wisuda SMP anak pertama tanggal 14 Maret lalu, Kouchou sensei juga menekankan pentingnya Aisatsu ini. Saya teringat ketika dulu awal-awal masuk kerja di perusahaan Jepang, para trainer juga menyampaikan pentingnya Aisatsu dan di kantor sekarangpun, kadang Manager juga mengingatkan para staffnya untuk Aisatsu yang semangat dan ceria. Ternyata Aisatsu ini sudah diingatkan sejak mulai SD dan SMP di Jepang.

Dalam agama yang saya anut yaitu Islam ada anjuran menebarkan salam : Assalaamu'alaikum ... yang dengan memberikan salam ketika bertemu dengan sesama muslim, selain dapat mempererat hubungan antara sesama muslim, kita juga mendoakan agar teman yang kita jumpai mendapatkan keselamatan.

Setelah selesai acara Nyuugakushiki saya menghadap wali kelas untuk mendiskusikan 2 hal yaitu : Tempat shalat zuhur dan izin untuk shalat Jumat.

Untuk tempat shalat, Alhamdulillah pihak sekolah memberikan tempat di lantai paling atas dimana murid-murid tidak boleh naik ke tempat itu. Tempatnya bersih dan itu adalah tempat shalat anak pertama saya ketika sekolah di sana.

Kedua, tentang shalat Jumat. Jam istirahat makan siang dari jam 12:00-12:40. Saya jelaskan begitu pentingnya shalat Jumat bagi putra saya sehingga dia perlu pergi shalat Jumat dan akan kembali ke kelas sekitar jam 13:45.
Setelah mendengar penjelasan yang panjang, wali kelas menjawab. Kami akan berusaha menyesuaikan dengan budaya yang berbeda. Kalau nanti ada hal-hal lain yang berbeda lagi silakan sampaikan ke kami.

Alhamdulillah ... kegundahan saya dan istri beberapa bulan terakhir ini tentang bagaimana mensiasati shalat jumat dapat terpecahkan.
Saya sangat mengapresiasi guru-guru Jepang, karena begitu hormatnya mereka dengan perbedaan budaya dan menghormarti visi dan misi di keluarga para murid.

Mudah-mudahan tulisan di atas bisa diambil hikmah dan pelajarannya.

Tokyo, 6 April 2016

-----
Penulis : Endrianto Djajadi
Pengamat kehidupan di Jepang.
Datang ke Jepang 1 Oktober 1993. Setelah menamatkan studi d3-S2 dalam bidang Robotics, melanjutkan bekerja sebagai Engineer di perusahaan Jepang sampai sekarang.
Tulisan-tulisannya bisa dibaca di : http://www.endrianto-djajadi.blogspot.com