Wednesday, January 04, 2006

[Seri IPTEK] Plasma Display Panel Flat Panel Layar Lebar

Secara tidak kita sadari ternyata dalam kehidupan sehari-hari, kita banyak menggunakan peralatan/equipment yang menggunakan teknologi display. Mulai dari peralatan elektronik seperti Televisi, Monitor Komputer, Car Navigation, Tape recorder, Handphone sampai peralatan mesin cuci, remote control AC, semuanya menggunakan teknologi display. Beberapa saat bila kita berjalan di jalan protokol, kita akan menemukan display dalam ukuran besar di pojok-pojok jalan atau display pada bangunan-bangunan yang tinggi. Kita juga kadang melihat display yang dipergunakan pada papan pengumuman di pasar swalayan, bandara, bank, mal dan tempat-tempat keramaian lainnya.

Tentu saja perkembangan display tidak muncul begitu saja. Tetapi perkembangannya sudah dimulai sejak 100 tahun yang lalu. Perkembangan Display diawali dengan ditemukannya teknologi CRT (Cathode Ray Tube) oleh Mr Brown. Pada tahun 1953, di Jepang sudah dimulai siaran televisi, sedangkan di Eropa siaran televisi sudah dimulai sejak tahun 1930-an. Pada saat itu televisi sudah menggunakan teknologi tabung brown didalamnya. Pada tahun 1941, ketika diadakan Olimpiade di Berlin, untuk pertama kalinya pertandingan-pertandingan disiarkan secara langsung

Teknologi Tabung Brown ditemukan pada tahun 1897, akan tetapi teknologi ini baru diadopsi sebagai penerima siaran televisi pada tahun 1926. Sejarah penemuan teknologi CRT sudah lebih dari 100 tahun dan memiliki kualitas gambar yang sangat bagus. Akan tetapi teknologi ini mempunyai satu kelemahan yaitu semakin besar display yang akan dibuat maka semakin besar pula tabung yang digunakan. Oleh karena itu, pada tahun 1970 mulai dikembangkan teknologi display yang mempunyai kemampuan yang lebih dibandingkan CRT Display. Keunggulan display tersebut adalah lebih ringan, lebih tipis, lebih hemat energi dan lebih kecil sehingga tidak memerlukan tempat yang luas untuk meletakkannya.

Pada pertengahan tahun 1970-an mulai dikembangkan Flat Panel Display (FPD), diawali dengan penggunaan display pada kalkulator, alat-alat elektronik dan pengumuman di bandara. Pada saat itu FPD masih dalam bentuk segmen-segmen dan sampai tahun 1990-an belum ditemukan FPD yang Full Color. FPD mulai menjadi pusat perhatian setelah munculnya LCD (Liquid Crystal Display) yaitu FDP yang Full Color. FDP yang digunakan pada kalkulator FDP tersusun atas segmen-segmen. Sedangkan LCD (TFT) tersusun dari transistor-transistor yang banyak.

Pertengahan tahun 1990-an mulai dikembangkan Teknologi PDP (Plasma Display Panel). LCD cocok bila digunakan pada display yang berukuran kecil, sedangkan PDP cocok untuk display berukuran layar lebar. Untuk saat ini LCD hanya dapat dibuat sampai ukuran 40 inch sedangkan PDP sudah dapat diproduksi sampai 61 inch.Bila kita lihat sekilas, LCD dan PDP tidak terlalu berbeda. Akan tetapi bila kita lihat struktur pembentuknya, kedua display ini mempunyai perbedaan yang cukup significant..LCD tidak dapat mengeluarkan cahaya sendiri, maka bila kita ingin menikmati gambar pada LCD, diperlukan cahaya tambahan yang diletakkan dibelakang display. Sedangkan PDP dapat mengeluarkan cahaya sendiri sehingga tidak memerlukan Back Light untuk melihatnya. Untuk kualitas gambar memang LCD mempunyai keunggulan akan tetapi untuk display Layar Lebar PDP mempunyai kemampuan yang lebih baik dari pada LCD.

Pada tulisan ini penulis akan memaparkan bebarapa hal yang terkait dengan PDP. Penulis melihat perkembangan PDP dewasa ini sudah cepat sekali. Terlihat dengan banyaknya jenis PDP seperti PDP produk Sony, Panasonic, Sharp dan beberapa perusahaan lainnya.PDP untuk pertama kalinya dipresentasikan dalam suatu conference di Universitas Illinois Amerika tahun 1964. Pada tahun 1970 mulai dikembangkan display mono color dan pada tahun 1980-an untuk pertama kalinya digunakan pada display untuk Notebook Computer.

PDP mulai berkembang secara pesat ketika memasuki tahun 1990-an. Teknologi dasarnya sudah establish pertengahan tahun 1995 akan tetapi teknologi ini belum dapat dipasarkan karena sulitnya di bidang produksi. Pada tahun itu belum ada perusahaan yang mau memproduksi secara besar-besaran. Barulah diawal tahun 2000-an Teknologi memproduksi PDP establish dan mulailah terlihat banyak perusahaan-perusahaan elektronik di Jepang yang memproduksi PDP.

Sebelum tahun 2000, karena PDP masih mahal, PDP belum sampai memasuki konsumen di rumah-rumah. Pada tahun 2001 barulah dimulai produksi PDP untuk konsumen rumah yang dimulai oleh PDP buatan Hitachi. PDP ini menggunakan metode ALIS Plasma Display. Metode ALIS memproduksi display ukuran kecil sampai ukuran 32 Inch dan dijual dengan harga yang tidak mahal.

Untuk produksi tahun 2003, kita dapat melihat produk-produk dari Sony, Panasonic, Sharp dan Hitachi. Pada Produksi PDP tahun 2003, Sony mengeluarkan PDP yang menggunakan teknologi terbarunya yaitu WEGA ENGINE. WEGA ENGINE didukung dengan komponen-komponen dibawah ini.

* CCP (Composite Component Processor)Mengubah berbagai format gambar menjadi Digital Signal Component yang mempunyai resolusi gambar yang bagus.* DRC-MF V1 (Digital Reality Creation MultiFunction V1) Mengubah dari Digital Signal Component menjadi High Vision Signal yang dapat menayangkan gambar reality.* MID-XU (Multi Image Driver XU) Menggabungkan beberapa format gambar yang mempunyai frekuensi yang berbeda, Memperkecil Noise.* DCP(Digital Component Processor)Memperjelas warna kontras dan warna yang alami* Panel Driver untuk PDP

Tulisan ini dimuat di : http://www.pmij.org/article.php?id=108

[KISAH] Dapatkah Kita Bersikap Jujur Seperti Umumnya Orang Jepang?

Agustus 2005

Pagi itu aku pergi untuk menghadiri acara pengajian KMII di Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT). Tak terasa aku sudah sampai di pemberhentian terakhir, stasiun Shibuya, setelah meluncur menggunakan Tokyu Den En Toshi line salah satu jalur kereta yang biasa aku gunakan. Keluar dari kereta aku bergegas ke pintu keluar. Kucari teikiken yang akan berfungsi sebagai tiket keluar dari stasiun. Kuraba kantung baju. Tidak ada. Kurogoh saku celana. Nihil. Kucoba menenangkan degup jantungku yang mendadak berdetak lebih cepat.

Ah, mungkin saja terselip di antara buku-buku, atau tanpa sadar sudah aku masukkan ke dalam dompet. Aku pikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Segera saja, aku menepi dari jalur pintu keluar, kubongkar isi tasku, setiap celah dompet pun tak luput dari pengecekkanku. Lima menit berlalu. Sepertinya dua kemungkinan di atas tidak tepat. Ada kemungkinan lain. Terjatuh, tertinggal di pintu masuk peron karena aku lupa mengambil kembali, dan kemungkinan terburuk adalah hilang!
Kulangkahkan kaki ini menuju kantor petugas stasiun.

"Sumimasen, Tadi saya masuk dari stasiun Fujigaoka dengan menggunakan teikiken, tapi sekarang teikikennya tidak ada. Sebaiknya gimana ya?" "Oh, kalau begitu silakan melapor ke bagian pengaduan barang hilang" "Kantornya ada di sebelah mana, ya?" tanyaku lebih lanjut. "Anda lihat tangga itu, silakan naik dan temui petugas yang berada di sana. Oh iya, silakan gunakan tiket ini untuk keluar."

Petugas ini menjelaskan dengan ramah, tanpa banyak tanya. Kugerakkan kakiku menuju ke kantor pengaduan barang hilang. Sebenarnya mengurus beginian agak merepotkan, terbayang betapa susahnya birokrasi yang harus aku tembus satu persatu. Eh, ini bukan negara itu ding. Di negeri ini konsumen adalah raja, diperlakukan dengan sangat layak. Asalkan mau mengurus, langkah selanjutnya akan dilakukan oleh petugas yang terkait. Tanpa banyak cingcong, cepat, lugas dan rapi. Dan satu yang pasti : jujur.

Segera setelah kusampaikan masalahku, petugas yang ada segera menelpon ke Fujigaoka stasiun. Konfirmasi. Hasilnya, tak ada teikiken yang terjatuh. Berarti ada kemungkinan teikikenku jatuh di kereta. Waduh, bisa saja digunakan oleh orang lain yang menemukan. Diikhlaskan sajakah? Eitt...jangan menyerah dulu.

"Kalau misalkan ada yang menemukan teikiken saya, bisakah saya dihubungi?" aku ingin tahu. "Soudesune, kalau ada yang menemukan teikiken itu, tentu akan diserahkan ke stasiun terdekat, atau stasiun tempat dia turun. Dari stasiun itu, teikiken akan dikirimkan ke stasiun tempat teikiken itu dibuat. Mungkin akan memakan waktu sekitar 4 sampai 5 hari"

Lima hari pulang pergi ke kantor cukup memakan biaya juga, selain masih ada kemungkinan kalau teikikenku tak diketemukan. Ah, bersabarlah, kalau memang teikiken itu menjadi rizkiku, insyaallah akan kembali. Kalau bukan, berarti hal ini menjadi pelajaran bagiku agar lebih hati-hati dan teliti.

Setelah kuucapkan terima kasih, kulanjutkan perjalananku menuju SRIT. Masih ada kesempatan untuk tiba di tempat tepat sesuai jadwal.

***

The next day...

Hari ini aku ke kantor dengan menggunakan tiket biasa, tak ada potongan biaya. sekedar ingin tahu, aku tuju kantor kerja stasiun Shinagawa, melaporkan kehilangan. Aku diminta menuliskan nama dan nomor telepon, tak jauh berbeda dengan yang aku lakukan kemarin di stasiun Shibuya. Rupanya teikikenku belum diketemukan, petugas di sana mengatakan akan menghubungiku segera setelah teikikenku diketemukan.

Malam hari setelah kerja, aku balik lagi ke kantor JR untuk menanyakan tentang teikikenku dan ternyata masih belum ada yang mengembalikannya. Ketika bertemu dengan pegawainya, dia tegaskan lagi, andaikata teikikennya ditemukan aku akan segera dihubungi.

"Pak ... kalau saya buat teikiken baru dan nanti ternyata teikiken lamaku ditemukan apakah aku dapat mengembalikan teikikenku yang baru dan JR akan mengembalikan uangnya ?" tanyaku.

Penjaga station berkata kalau nanti ditemukan, tunjukkan sajakedua teikiken tersebut di tempat pembuatan teikiken, nantiteikiken yang baru akan diganti dengan uang. Dua hari telah berlalu dengan menggunakan teikiken yang baru untuk berangkat ke kantor. Waktu menunjukkan pukul 21:30, Rabu, 3 agustus 2005. Satu stasiun lagi aku akan sampai di fujigaoka station, tempatku turun dan melanjutkan perjalanan menuju rumah. Aku sedang membaca Al Quran dengan khyusyu di atas kereta, tiba-tiba aku dikejutkan oleh getaran handphoneku. Aku berfikir telepon dari siapa ini ... malam-malam ini, selain itu nomornya diawali dengan kode 03 yang berarti telpon dari Tokyo, bukan dari handphone.

"Hallo ... ini pak Endrianto?" "Oh iya pak ..." "Ini pak ... kami dari JR ingin mengabarkan bahwa teikiken bapak sudah kami terima" "Oh begitu ya ... kalau begitu besok pagi saya ambil ya" "Ya silakan pak ... mohon bawa tanda pengenal dan juga inkan (stempel nama)" "Baik, Pak ..."

Telepon aku tutup dan betapa bahagianya aku hari ini mendengar kabar itu. Aku bersyukur kepada Allah atas nikmat ini dan tertegun sebentar. Aku berfikir di era materialistis seperti ini ternyata ada juga orang yang jujur yang mau mengembalikan teikiken yang dia temukan. Keesokan harinya aku datang ke kantor pengaduan di Shinagawa station.

"Saya Endrianto, Pak. Mau mengambil teikiken yang terjatuh" "Oh ya ... silakan tunggu sebentar ... ada kartu pengenal?"

Aku sodorkan Alien Registration (KTP Jepang) ku dan aku diminta mengisi formulir pengambilan barang yang hilang. Tulis nama dan alamat saja katanya.Waktu pengambilan sangat cepat, 3 menit juga sudah selesai. Lalu aku katakan bahwa aku sudah membuat teikiken baru, bagaimana cara untuk meminta kembali uangnya, karena akupun tidak perlu menggunakan 2 teikiken dalam waktu yang bersamaan.

"Kalau begitu silakan saja ke Midori madoguchi (tempat pembelian teikiken)" katanya ... Silakan diperlihatkan 2 teikiken ini dan nanti akan diproses pengembalian uangnya." Aku bertanya, " Ini ketemunya dimana, ya?"

Penjaganya mengatakan bahwa teikiken ini ditemukan di tempat yang jauh dari Shinagawa dan mungkin terjatuh di atas kereta. Memang kereta yang aku pakai yaitu Tokyu den en toshi line sangat panjang. Sampai shibuya station kereta masuk ke Hanzomon Line dan sampai Oshiage station kereta masuk ke Tobu Line sampai Minami Kurihashi. Mungkin perjalanan dari Ujung Tokyo Den en toshi line sampai Tobu Minami Kurihashi membutuhkan waktu sekitar 2 jam lebih. Waktu sudah menunjukkan pukul 09:15 dan banyak orang yang antri akhirnya aku putuskan untuk ke midori madoguchi pada malam harinya.

Malam harinya aku ke midori guchi, aku jelaskan duduk persoalannyadan langsung saja dengan cekatan penjual karcis meminta aku mengisinama dan alamat pada satu formulir, yaitu formulir pengembalian uang.

Proses ini juga cepat mungkin sekitar 2-3 menit sudah selesai.Dan Alhamdulillah uang dapat kembali 11.140 yen.Aku membeli teikiken 1 bulan dari 1 Agt-31 Agt sebesar 14.710 yen, karena sudah berjalan 3 hari akhirnya aku harus rela dipotong biaya perjalanan dari rumah ke kantor selama 3 hari ini.

Aku bersyukur kepada Allah ternyata rizki memang tidak akan lari kemana, aku tetap berfikir, begitu baiknya orang yang menemukan teikikenku ini, dia bersikap jujur dan mau mengembalikannya. Memang bila kita perhatikan banyak sekali nilai-nilai Islam universal yang telah menjadi kebudayaan orang Jepang antara lain seperti sikap jujur, sikap menepati waktu, bekerja keras dan masih banyak lagi. Aku hanya dapat berharap, mudah-mudahan Islam dapat lebih cepat lagi meluas di negara sakura ini.

Tulisan ini dimuat di : http://www.pmij.org/article.php?id=145